Tinggi dengan Bertawadhu'
Tinggi dengan Bertawadhu'
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ تَوَاضَعَ لِلَّهِ رَفَعَهُ اللَّهُ ـــــ أبو نعيم
Rasulullah
Shallallahu Alahi Wasallam bersabda, yang artinya,”Barang siapa
bertawadhu karena Allah maka Allah meninggikannya”. (Riwayat Abu Nu’aim,
dihasankan oleh Al Hafidz As Suyuthi)
Mengenai
hakikat tawadhu’ Imam Hasan Al Bashri menyampaikan,”Yakni ketika
seseorang kaluar dari rumahnya, maka ia tidak bertemu seorang Muslim pun
kecuali ia menyangka bahwa ia (yang dijumpai itu-pent.) lebih baik dari
dirinya sendiri (Az Zuhd karya Imam Ahmad, hal. 298).
Imam
Al Ghazali menyampaikan mengenai tawadhu lebih terperinci, beliau
berpesan,”Jika engkau melihat anak kecil, katakanlah dalam hatimu, 'Ia
belum pernah bermaksiat kepada Allah. Sedangkan aku telah bermaksiat.
Tidak diragukan lagi bahwa ia lebih baik dariku.' Jika engkau melihat
orang yang lebih tua katakanlah,’Orang ini telah beribadah sebelum aku
melakukannya. Tidak diragukan lagi bahwa ia lebih baik dariku.’ Jika
melihat orang alim (pandai), katakan,’Orang ini telah memperoleh apa
yang belum aku peroleh. Maka, bagaimana aku setara dengannya.’Jika dia
bodoh, katakan dalam hatimu,’Orang ini bermaksiat dalam kebodohan,
sedangkan aku bermaksiat dalam keadaan tahu. Maka, hujjah Allah terhadap
diriku lebih kuat, dan aku tidak tahu bagaimana akhir hidupnya dan
akhir hidupku.’ Jika orang itu kafir, katakan,’Aku tidak tahu, bisa saja
dia menjadi Muslim dan akhir hidupnya ditututup dengan amalan yang baik
dan dengan keislamannya dosanya diampuni. Sedangkan aku, dan aku
berlindung kepada Allah dari hal ini, bisa saja Allah menyesatkanku,
hingga aku kufur dan menutup usia dengan amalan keburukan. Sehingga ia
kelak termasuk mereka yang dekat dengan rahmat sedangkan aku jauh
darinya.’” (Maraqi Al Ubudiyah, hal.79)
Merujuk
dari Ibnu Al Athaillah, Al Allamah Al Munawi menyampaikan bahwa
tawadhu’ hakiki adalah tawadhu’ yang timbul dari persaksian akan
kebesaran Allah. Sehingga, tawadhu kepada manusia dengan berkeyakinan
bahwa dirinya besar, maka hal itu bukanlah tawadhu’, namun serupa dengan
takabur (Faidh Al Qadir, 6/141).
Walhasil,
barang siapa menginginkan diangkat oleh Allah maka hendaknya ia
bertawadhu’. Dan derajat ketinggian menyesuaikan dengan kadar perendahan
hamba.
Komentar
Posting Komentar